Kamis, 04 April 2013

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL

Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
1. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
2. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
3. Kaji riwayat pekerjaan pasien.

 Aktivitas
1. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
2. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
    sehari-hari.
3. Tidur dalam posisi duduk tinggi.


Pernapasan
o Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
o Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
o Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
o Adanya bunyi napas mengi.
o Adanya batuk berulang.

Sirkulasi
o Adanya peningkatan tekanan darah.
o Adanya peningkatan frekuensi jantung.
o Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
o Kemerahan atau berkeringat.

Integritas ego
o Ansietas
o Ketakutan
o Peka rangsangan
o Gelisah

Asupan nutrisi
o Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
o Penurunan berat badan karena anoreksia.

Hubungan sosial
o Keterbatasan mobilitas fisik.
o Susah bicara atau bicara terbata-bata.
o Adanya ketergantungan pada orang lain.
o Seksualitas
o Penurunan libido

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan  : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.

INTERVENSI
Mandiri
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
- Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
- Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
- Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada
    sandara tempat tidur
-  Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
- Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.

Kolaborasi
- Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
- Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius.
- Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.
- Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
- Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
- Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
- Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
- Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.

Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.

INTERVENSI
Mandiri
 Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
 Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.

Kolaborasi
 Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
 Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.
 Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
 Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan.

Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)
Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.

INTERVENSI
Mandiri
 Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
 Palpasi fremitus
 Awasi tanda vital dan irama jantung

Kolaborasi
 Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
 Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
 Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.
 Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
 Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil yang diharapkan :
 mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
 Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.

INTERVENSI
Mandiri
 Awasi suhu.
 Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat


Kolaborasi
 Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan
 untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas.
 Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
 Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
 Untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti microbial

Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
Hasil yang diharapkan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

INTERVENSI
 Jelaskan tentang penyakit individu
 Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang
 tidak diinginkan.
 Tunjukkan tehnik penggunaan inhakler.
 Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
 Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan.
 Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya.

DAFTAR PUSTAKA
• Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.
• Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
• Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta :Hipocrates..
• Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana AsuhanKeperawatan”, Jakarta : EGC.
• Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta : EGC.
• Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.


Rabu, 03 April 2013

A. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan 1.Keperawatan Transkultural dan globalisasi dalam pelayanan kesehatan Office of Minority Health (OMH) (n.d) menggambarkan budaya sebagai ide-ide, komunikasi, tindakan, kebiasaan, kepercayaan, nilai-nilai, adat istiadat dari kelompok ras, etnik, agama, atau sosial. Budaya meliputi segala aspek kehidupan di dalam manusia. Budaya menunjukkan cara pandang seseorang dalam mengambil keputusan. Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai penelitian perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan perbedaan (budaya tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan yang sesuai pada nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. Mengetahui nilai-nilai pelayanan budaya klien, arti, kepercayaan, dan praktiknya sebagai hubungan antara perawat dan pelayanan kesehatan mewajibkan perawat untuk menerima aturan pelajar atau teman sekerja dengan klien dan keluarganya dalam bentuk karakteristik arti dan keuntungan dalam pelayanan (Leininger, 2002). Pelayanan kompeten secara budaya adalah kemampuan perawat menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya yang berbeda, serta membuat klien dan keluarganya mencapai pelayan yang penuh arti dan suportif. Contohnya, perawat yang mengetahui tentang kebudayaan kliennya, maka perawat memerlukan dukungan dalam menyesuaikan keadaan klien. Klien juga membutuhkan informasi, perundingan, dan permintaan. Kompetensi budaya adalah proses perkembangan kesadaran budaya, pengetahuan, keterampilan, pertemuan, dan keinginan. Perawat harus bisa mengintrospeksi tentang latar belakang dirinya. Perawat juga harus memiliki pengetahuan yang merupakan perbandingan antar kelompok. Keterampilan budaya termasuk pengkajian social maupun budaya yang mempengaruhi pengobatan dan perawatan klien. Pertemuan sebagai mediapembelajaran. Keinginan sebagai motivasi dan komitmen pelayanan. Konflik budaya juga dapat muncul dalam proses keperawatan. Konflik budaya yang muncul dapat berupa etnosentrisme, pemikiran bahwa cara hidup yang dianut lebih baik dibandingkan dengan budaya lain. Hal ini menyebabkan adanya pilihan untuk mengabaikan budaya dan menggunakkan nili-nili dan gaya hidup mereka sebagai petunjuk dalam berhubungan dengan klien dan menafsirkan tingkah laku mereka. Globalisasi menyebabkan tuntutan asuhan keperawatan semakin besar. Perpindahan penduduk dan pergeseran tuntutan keperawatan dapat terjadi. Perawat yang tidak mampu menyesuaikan asuhan keperawatan terhadap kondisi yang ada akan menyebabkan penurunan kualitas pada pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, hal ini menyebabkan dibutuhkannnya peningkatan terhadap profesi keperawatan. Peningkatan pengetahuan, koordinasi antar profesi atau tenaga kerja kesehatan lain sangat diperlukan. Perawat harus lebih aktif dalam menghadapi globalisasi terutama dalam pelayanan kesehatan. 2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural Jika pemahaman mengenai latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda antar klien baik, maka akan dapat meningkatkan pemberian asuhan keeperawatan secara efektif. Kozier (2004) menjelaskan beberapa konsep yang berhubungan dengan asuhan keperawatan transkultural ini. Diantaranya: 1.Subkultur Sebuah subkultur biasanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai suatu identitas yang berbeda. Namun masih dihubungkan dengan suatu kelompok yang lebih besar. 2.Enkultural Enkultural digunakan untuk mendeskripsikan orang yang menggabungkan (persilangan) dua budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai (Giger & Davidhizar, 1999). 3.Keanekaragaman Keanekaragaman menunjuk pada fakta atau status yang menjadikan perbedaan. Diantaranya, ras, jenis kelamin, orientasi seksual, etnik kebudayaan, status ekonomi-sosial, tingkat pendidikan, dan lain-lain. 4.Akulturasi Proses akulturasi terjadi saat seseorang beradaptasi dengan ciri budaya lain. Anggota dari sebuah kelompok budaya yang tidak dominan seringnya terpaksa belajar kebudayaan baru untuk bertahan. Hal ini juga dapat didefinisikan sebagai perubahan pola kebudayaan terhadap masyarakat dominannya (Spector, 2000). 5.Asimilasi Asimilasi merupakan proses seorang individu berkembang identitas kebudayaannya. Asimilasi berarti menjadi seperti anggota dari kebudayaan yang dominan. Beberapa aspeknya, seperti tingkah laku, kewarganegaraan, ciri perkawinan, dan sebagainya. Di sini, seseorang atau kelompok kehilangan beberapa kebudayaan aslinya untuk kemudian membentuk kebudayaan baru bersama dengan yang lain. Hal ini ditujukan untuk membentuk interaksi yang baik. Ada beberapa faktor kebudayaan yang menjadi pertimbangan toleransi, diantaranya: 1.Ras Ras merupakan klasifikasi orang-orang yang dibagi berdasarkan karakteristik biologis, tanda keturunan (genetik) dan corak. Orang dengan ras yang sama, umumnya mempunyai banyak persamaan karakter. Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak semua orang dengan ras yang sama memiliki kebudayaan yang sama pula. 2.Prasangka Prasangka merupakan sebuah kepercayaan negatif atau kecenderungan yang menyamaratakan pada satu kelompok dan hal tersebut akan menuntut pada dakwaan. Hal ini terjadi karena orang yang berprasangka tidak mengetahui penuh budaya orang yang diprasangkai atau orang tersebut membuat penyamarataan pandangan berdasarkan pengalamannya dengan seorang individu dari kelompok tersebut terhadap semua anggota kelompok itu. 3.Stereotipe Stereotipe adalah menyamakan seluruh anggota dari sebuah kebudayaan atau kelompok etnik bahwa mereka semua mirip/ sama. Stereotipe mungkin berdasarkan penyamaan yang ditemukan pada penelitian atau mungkin tidak berhubungan dengan kenyataan. Di sini, perawat harus tahu bahwa tidak semua orang dari kelompok tertentu memiliki kepercayaan kesehatan yang sama, praktik dan nilai yang sama pula. 4.Diskriminasi Diskriminasi merupakan pembedaan perlakuan individu atau kelompok berdasarkan kategori, seperti ras, etnik, jenis kelamin, dan kelas sosial. Terjadi jika seseorang bertindak merugikan atau menyangkal hak pokok individu lain atau lebih. 5.Culture Shock Culture shock adalah suatu guncangan atau ketidaknyamanan yang terjadi sebagai respons atas pergantian/ perpindahan dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Ini terjadi jika seseorang pindah dari satu lokasi geografi ke lokasi lain atau berimigrasi ke negara baru. Salah satu cara untuk menganalisis keyakinan adalah dengan menggunakan heritage consistensy. Heritage consistensy dikembangkan oleh Estes dan Zitzaw (1980). Teori ini menggambarkan tingkat gaya hidup yang mencerminkan konteks kultural (Potter & Perry, 2009). Hal ini memungkinkan kita mengkaji keyakinan tentang kesehatan dengan menentukan ikatannya dengan keyakinan tradisionalnya. A. Budaya Budaya menggambarkan sifat nonfisik, seperti keyakinan, sikap atau adat-istiadat suatu masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Budaya merupakan kumpulan keyakinan, kebiasaan, praktik, kesukaan, norma, adat-istiadat, ketidaksukaan dan ritual yang dipelajari dari keluarga selama sosialiasasi bertahun-tahun (Potter & Perry, 2009). Di dalam budaya tidak hanya terbatas pada komunikasi lisan, tetapi juga yang lain. Contoh, cara membuat kontak mata, menyentuh tubuh, dan memegang tangan. B.Etnisitas Etnisitas adalah rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok kultur sosial umum dan warisan budaya (Potter & Perry, 2009). Karakteristik dari suatu etnik mencakup bahasa dan dialek, status perpindahan, suku bangsa, dan kepercayaan serta praktek religius. Sehingga, etnisitas sangat kompleks, sukar dipahami dan didefinisikan dengan kurang jelas. C.Religi Religi adalah keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau di luar kekuatan manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta ((Abramsom, 1980) dalam Fundamental Keperawatan). Nilai religi berfungsi untuk mengklarifikasi etnisitas lebih jauh. Klien berasal dari budaya yang berbeda. Di dalamnya mencakup latar belakang etnis, keagamaan, dan budaya. Konsistensi warisan budaya ini membantu cara pemahaman terhadap klien bagaimana mereka menginterpretasikan kesehatan atau penyakit dengan cara modern atau tradisional. Selain heritage consistensy, ada 6 fenomena kultural yang diidentifikasi oleh Giger & Davidhizar (1995). Keenam fenomena ini terdiri dari: 1.Kontrol Lingkungan Mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok kultural tertentu untuk merencanakan aktivitas yang mengontrol sifat dan faktor keturunan langsung (Giger & Davidhizar, 1995). Di dalamnya mencakup keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit, pengobatan tradisional dan penggunaan penyembuh tradisional. Sehingga, fenomena ini berperan penting dalam cara klien berespons terhadap pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan. 2. Variasi Biologis Seseorang dari satu kelompok kultural pasti mempunyai variasi biologis berbeda dengan kelompok kultural lainnya. Beberapa contoh signifikan yang dapat dijadikan pertimbangan, yaitu: - Struktur dan bentuk tubuh - Warna kulit - Variasi enzimatik dan genetik - Kerentanan terhadap penyakit - Variasi nutrisi 3.Organisasi Sosial Lingkungan sosial tempat seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal berperan penting dalam perkembangan dan identitas kultural mereka. Proses sosialisasi ini menjadi suatu bagian warisan yang diturunkan dan mengacu pada unit keluarga dan organisasi kelompok sosial yang dapat diidentifikasi oleh klien. 4.Komunikasi Perbedaan bahasa antara perawat dengan klien menjadi hal terpenting dalam memberikan asuhan keperawatan. Perbedaan ini akan berpengaruh pada setiap aspek dan tahapan asuhan keperawatan. Ketidakberhasilan berkomunikasi secara efektif akan membuat penundaan dalam diagnosis dan tindakan terhadap klien. Bahkan bisa lebih dari itu. Perawat tidak seharusnya menganggap klien dapat memahami apa yang sudah diucapkannya. Istilah-istilah medis harus dijelaskan dengan jelas dan terang terutama klien yang mempunyai keterbatasan ketrampilan dalam bahasa perawat. 5.Ruang Ruang personal di sini mencakup perilaku individu dan sikap yang ditujukan pada ruang di sekitar mereka. Teritorialitas merupakan suatu sikap yang ditujukan pada area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau reaksi emosional ketika orang-orang lain memasuki area tersebut. Keduanya ini dipengaruhi oleh budaya. Perawat harus berusaha menghargai teritorial klien. Ruang personal ini banyak berhubungan dengan aktivitas keperawatan dan perawat harus sensitif terhadap respons klien berkenaan dengan ruang personal ini. Misalnya, saat memberikan asuhan keperawatan yang mengharuskan perawat menyentuh tubuh klien. 6.Orientasi Waktu Orientasi waktu berbeda antara kelompok satu dengan yang lain. Perawat yang mempunyai sikap yang berhubungan dengan waktu mungkin menemukan kesulitan untuk memahami dan merencanakan asuhan keperawatan terhadap klien yang mempunyai orientasi waktu yang berbeda. Perbadaan orientasi waktu dapat menjadi hal penting dalam perawatan kesehatan, seperti perencanaan jangka panjang dan penjelasan tentang jadwal medikasi. Misalnya, penjelasan pentingnya keteraturan minum obat pada penderita tekanan darah tinggi. Dari penjelasan di atas, asuhan keperawatan transkultural memang sangatlah kompleks. Sebelum kita membuat perencanaan dan tindakan perawatan, kita perlu mengetahui konsep, prinsip, fenomena, dan faktor-faktor lain yang dapat dijadikan pertimbangan yang berhubungan dengan budaya ini. Diharapkan, setelah kita mengetahuinya, kelak asuhan keperawatan yang kita berikan terhadap klien akan efektif dan berlangsung dengan lancar.